Pepongotenku sayang, Pepongotenku malang
Takengon
adalah kota yang indah berada di tengah provinsi Aceh dengan dikelilingi bukit
barisan. Terletak di ketinggian 1200 m
dari permukaan laut. Udara sejuk, pemandangan hijau dan kekayaan alam
yang melimpahnya sudah tidak diragukan lagi. Masyarakat Takengon umumnya adalah suku Gayo.
Gayo
adalah suku dengan kekayaan sejarah yang melimpah, suku gayo erat kaitannya
dengan syariat islam. Dengan seiring perkembangan zaman suku gayo yang awalnya
hanya berada di Aceh Tengah mulai melakukan pemekaran daerah, demi terwujudnya
kesejahteraan sosial secara merata. Suku
Gayo tersebar mulai dari Aceh tenggara, Aceh tengah dan bener meriah.
Kearifan
lokal masyarakat Gayo juga tidak kalah menarik. Masyarakat Gayo adalah
masyarakat yang ramah. Aktivitas sehari-hari masyarakat Gayo adalah berkebun.
Selain berkebun kopi, suku Gayo juga suka bekerja di sawah dan ladang-ladang lainya.
Selain
tata cara kehidupan yang sudah menjadi budaya, suku gayo juga memiliki aturan
untuk acara besar seperti acara pernikahan, acara khitan, acara aqiqah dan
lain-lain. masyarakat Gayo adalah masyarakat yang teratur. Suku Gayo
mencerminkan kehidupan yang tentram, suku Gayo juga memiliki kekayaan seni yang
begitu luar biasa mulai dari didong, tari guel, tari munalo, tari bines dan
lain-lain. bahkan budaya yang sudah hampir dilupakan saat ini adalah
pepongoten.
Bagi
anda yang baru pertama kali berkunjung ke takengon, wajib untuk menyaksikan
atraksi seni yang satu ini. Pepongoten menggabungkan teknik suara dengan lirik curahan
hati sang penyair dalam nuansa perpisahan yang dikemas dalam bahasa Gayo. Anda
akan merasa berada dalam sebuah kisah sedih penuh amanah ketika mendengarkan
syair dari pepongoten.
Pepongoten/pongot/sebuku adalah seni bertutur dari suku Gayo yang berisi syair seorang anak kepada kedua orang tuanya. Pepongoten dalam bahasa indonesia yang artinya tangisan ini lazimnya dilakukan oleh wanita dengan menggunakan ulen-ulen kerawang Gayo. Dibawah ini seni bertutur pepongoten yang dapat Anda saksikan.
Pepongoten
kini sudah mulai jarang di perdengarkan, hal ini diduga karena kurangnya
keahlian generasi muda di zaman sekarang ini. Dikhawatirkan jika hal ini terus
berlangsung tanpa adanya regenerasi, atraksi seni pepongoten ini akan punah.
Pepongoten
bisa dilestarikan melalui kegiatan penyuluhan di sekolah-sekolah, penambahan
dalam materi ekstrakulikuler seni, membagikan buku mengenai adat-istiadat Gayo atau
mengadakan perlombaan. Melalui sebuah ajang akan tercipta kompetisi sehingga mampu
mengasah kemampuan generasi muda dalam berkesenian pepongoten. Aceh tengah
dengan kekyaan budayanya seharusnya bisa mempertahankan kelestariannya. Sebagai
manusia yang arif, jangan biarkan budaya terkikis oleh zaman, tetap lestarikan
budaya Gayo. Gayo be inspiration, The Light of Aceh. Wonderfull Indonesia.
Komentar
Posting Komentar